Buserbhayangkara.com, CIANJUR – TUGAS seorang jurnalis atau wartawan memang kerap bersentuhan dengan maut. Resiko besar terkadang dihadapi saat tengah menjalankan fungsinya sebagai sosial kontrol. Tak hanya pada saat aksi demo saja keselamatan jurnalis terancam, dalam setiap pengungkapan kasus, tak jarang seorang jurnalis juga mendapat intimidasi, ancaman, tekanan bahkan aksi kekerasan lain yang banyak menimpa hampir sebagian jurnalis.
Ironisnya, segala bentuk intimidasi ini membuat sebagian jurnalis “ciut” kala berhadapan dengan temuan dan indikasi yang mengarah pada kasus kasus besar, seperti korupsi misalnya. Bukan semakin kritis, justru semakin “lari” dari fungsi utamanya sebagai sosial kontrol. Ujungnya, banyak di antaranya yang hanya berani bermain di berita soft news, seakan hilang taring. Terlebih jika sudah menerima “saweran” dari pihak yang diberitakan, diam bisa menjadi pilihan, “cari aman”.
Namun tidak dengan yang dialami wartawan buserbhayangkara.com, salah satu media group dari Puskominfo Indonesia. Meski mendapat aksi kekerasan saat bertugas dan meliput, hal itu tak membuatnya nyali ciut. Justru semakin menguatkan jiwanya sebagai seorang jurnalis untuk mengungkap lebih dalam siapa dalang di balik kasus kekerasan yang menimpanya.
Kasus ini berawal saat Kabiro buserbhayangkara.com Cianjur Muadi dan tim melakukan kegiatan jurnalistik (investigasi-red.) di wilayah Cianjur, tepatnya di Desa Pagermaneuh, Kecamatan Tanggeung, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, Senin (12/10/20). Tepat pukul 18.30, tiba-tiba tim media tersebut dihadang segerombolan orang sekitar 30- 40 dengan membawa kendaraan bermotor menutup jalan dan menghentikan laju kendaraan tim media buserbhayangkara.com.
Lebih mengerikan lagi, gerombolan tersebut mengacungkan golok dan samurai (senjata tajam-red.) sambil berteriak teriak dan menggedor-gedor kendaraan. Mereka bahkan mengingatkan dan mengeluarkan berbagai kata ancaman. “Kami minta jangan ada wartawan yang masuk ke Desa Pagermaneuh, karena akan kami bunuh,” ujar mereka dengan dialek bahasa Sunda
Muadi menuturkan, nasib naas yang dialaminya berawal dari niatnya yang ingin bertemu Kepala Desa/Lurah Pagermaneuh, Dodi Alkahfi. Namun ketika datang ke kediaman sang kades, Muadi hanya bertemu istri kades tersebut. Saat itu Muadi pun menerangkan bahwa kedatangannya sebagai wartawan buserbhayangkara.com hanya ingin bertemu suaminya (kades). “Bapak sedang keluar,” jawab sang istri.
Mendapat jawaban tersebut, Muadi dan tim kemudian langsung meminta izin pulang. Di tengah perjalanan, karena merasa haus dan lapar mereka pun singgah di sebuah warung yang tak jauh dari kantor Lurah Pagermaneuh. Setelah selesai makan dan minum kopi, mereka pun melanjutkan perjalanan pulang.
Namun siapa sangka, di tengah perjalanan Muadi dan rekan-rekannya dihadang segerombolan orang tak dikenal dengan membawa kendaraan bermotor menutup jalan dan menghentikan kendaraan bahkan merusaknya. Intimidasi dan pengrusakan yang mereka lakukan baru berhenti setelah salah seorang dari mereka mengenali Muadi.
Tau kalau yang di dalam kendaraan itu Muadi, salah seorang dari gerombolan tersebut kemudian memberi komando kepada teman-temannya untuk menghentikan kekerasan, sambil berteriak agar semua berhenti. “Ini Pak Muadi, saya kenal,” ujar salah seorang gerombolan yang diduga sebagai pemimpin dari aksi brutal tersebut, sambil mempersilahkan Muadi dan tim untuk melanjutkan perjalanan pulang.
Menurut Muadi, aksi brutal dan premanisme ini diduga didalangi oknum Kepala Desa Pagermaneuh yang merasa terusik dengan kehadiran wartawan. Ini diduga akibat banyaknya media yang memberitakan tentang dugaan penyimpangan Kepala Desa Pagermaneuh.
Sinyalemen ini diperkuat dengan pertanyaan salah seorang dari gerombolan itu. “Kenapa kamu menelepon Pak Lurah, ada apa?” teriaknya. “Pokoknya jangan ada wartawan masuk Desa Pagermaneuh, kalu ada saya bunuh,“ ancamnya sambil mengacungkan golok.
Indikasi lain terlihat dari salah seorang yang mengaku bernama Abah. Dengan gagahnya ia menantang wartawan seolah dirinya kebal hukum. “Silahkan laporkan ke polisi, Abah tidak takut. Pokoknya siapapun wartawan yang masuk Desa Pagermaneuh, Abah bunuh,“ tantangnya
Dugaan Muadi atas keterlibatan Kepala Desa Pagermaneuh dalam aksi kekerasan ini bukan tanpa alasan, karena mana mungkin aksi brutal dan kekerasan ini berjalan sendiri tanpa ada komando dari orang berpengaruh. Apalagi dirinya tak memiliki permusuhan dengan masyarakat Pagermaneuh. “Jadi untuk kepentingan apa masyarakat berbuat demikian?” jelasnya menyesalkan.
Menyikapi dan menindaklanjuti Instruksi Direktur Executif Puskominfo Indonesia, Diansyah Putra Gumay, kemduian Muadi beserta tim langsung membuat laporan ke Polres Cianjur dengan Nomor LP/B/335/X/2020/Jabar/Res Cjr. Gumay sendiri selaku pimpinan Puskominfo Indonesia yang menerima laporan kekerasan terhadap jurnalisnya, mengecam keras tindakan premanisme yang dilakukan para pelaku yang diduga preman bayaran pihak tertentu.
“Tindakan ini harus diusut tuntas pihak Kepolisian agar tidak terjadi lagi tindak kekerasan terhadap wartawan, karena dalam Undang-Undang Pers Nomor 40 Tahun 1999 jelas dikatakan bahwa dalam melaksanakan tugas wartawan dilindungi undang-undang, termasuk di medan perang wartawan harus dilindungi, Puskominfo Indonesia akan mengawal kasus ini,“ ujarnya dengan nada tinggi.
Sementara hingga berita ini diturunkan, Kades Pagermaneuh belum juga bisa dikonfirmasi. Bahkan dihubungi melalui telepon selularnya punn tidak aktif. BN01